Rabu, 05 September 2007

Menulis di atas batu

A human being is not simply live in the world, but he or she exist. And this existence is a process of becoming. It means that a human being does not only possesses specific characteristics, but he or she obliged to shape his or her humanness.
“Manusia bukan hanya berada di dunia tetapi dia mengada. Mengada atau bereksistensi ialah proses menjadi manusia. Manusia itu bukannya semata-mata hidup sebagi adanya manusia yang mempunyai sifat-sifat khusus kemanusiaan, tetapi manusia itu berkewajiban mewujudkan kemanusiaannya itu”
( H.A.R Tilaar )


Manusia berkewajiban menunaikan ‘beban’ di pundaknya sebagai individu yang memilikii cipta, rasa dan karsa. Manusia yang tak tersadar untuk menunaikan ‘beban’ tersebut mengakibatkan lalainya sebuah arah perjalanan yang dia tempuh hingga saat ini. Disaat yang lain sedang menorehkan pahatan-pahatan yang berkreasi tinggi, namun disaat yang lain pula, ada yang berupaya untuk mengobrak-abrik rangkaian perjalanan yang seharusnya ia tempuh. Dua perbedaan yang mencolok antara pengukir sejarah dan pengamplas sejarah.
Setiap diri yang memiliki hasrat untuk berjuang sebagai seorang individu yang baru, didalam jejak-jejak kesehariannya akan mulai memikirkan impian-impiannya dan pengevaluasian rencana yng sudah terlaksana atau belum, sehingga ia dapat mengintrospeksi dirinya sendiri secara mandiri. Bukannya malah menjadi seorang pejuang yang PENGECUT dan LEMPAR BATU SEMBUNYI TANGAN yang terkadang…..membuat orang-orang tidak dapat memahami sepak terjangnya.
Hidup adalah akumulasi dari detik-detik yang berlalu dan akan terus berlalu hingga saatnya nanti telah tiba.
Jika saat ini anda menjadi seorang pemimpin yang memiliki pengaruh yang luar biasa untuk mengelola perubahan, maka langkah pertama yang musti dilakukan untuk dapat menjadi pengukir sejarah, yaaitu mulai mendengar aspirasi yang minoritas ( mereka perlu dirangkul bukan dipukul) maupun mayoritas, karena anda tidak hidup di hutan belantara. Anda harus benar-benar memahami psikologi yang ada didalam massa yang dinamis, dan jika hal ini dilakukan maka anda akan memperoleh cap sebagai the real leader.
Lalu apakah setiap kita akan menjadi pengukir sejarah yang ditunggu-tunggu kehadirannya? Jawabannya tidak semua memiliki peluang dan kesempatan seperti itu.
Di dalam dunia per-merk-an, untuk menjadi merk yang sejati, merk harus memiliki tiga komponen penting, yaitu, internalisasi jumlah kesan-kesan ( hal ini timbul dari pandangan lingkungan yang mengitarinya dan yang ada dalam lingkaran tersebut), mendapatkan posisii khusus di dalam pikiran setiap orang ( ini tidak dapat direkayasa atau dibuat-buat, jika merk ingin survive, maka merk tersebut harus menyerap perubahan yang ada, sehingga menjadi sebuah merk yang stabil dan ajeg), dan terakhir adalah manfaat-manfaat fungsional dan emosional yang dapat dirasakan oleh setiap individu ( proses ini merupakan pencitraan yang dapat bertahan hingga berpuluh-puluh tahun lamanya, karena merk tersebut memiliki nilai lebih yang tidak terdapat di merk yang lain)
Dan dalam mengukir sejarah tidaklah berbeda dengan apa yang ada dalam dunia per-merk-an, dan unsur tambahan yang terpenting dari tiga komponen yang ada, yaitu, mulailah untuk berfikir sebagai pemenang yang menang dan jangan berfikir menjadi pemenang yang mengalahkan, apalagi menjadi pemenang yang menindas untuk memperoleh kemenangan.
Martha Stewart bahkan sampai mengatakan bahwa IA ADALAH MERK (I’m A Brand !) lebih tepatnya setiap kita memiliki imej merk diri masing-masing…..dan hanya ada dua pilihan pengukir sejarah atau pengamplas sejarah.

Tidak ada komentar: